Dari taujih Habib DR Salim Segaf Al Jufri M.A.

Seorang pengembara, dengan berjalan kaki tertatih ringkih menyusuri rute kehidupan yang harus ditempuh meski jauh. Di sepanjang rel kereta api dia memilih. Jalan yang lurus dan panjang dia yakini ada stasiun akhir kebahagiaan yang dia dapatkan. Dalam tatih ringkih itu tetiba kaki yang lemah terantuk batu dan jatuh. Bukan sekadar jatuh namun satu kakinya terbentur rel kereta api yang panas dan sangat keras. Satu kaki patah. Parah. Tak bisa digerakkan. Tak bisa diangkat. Tak bisa beranjak.

Dari jauh getar getar kereta mulai terasa. Di jalan sepi kereta api yang dipilih itu dia harus bangun dan bangkit dari rel agar selamat.

Kereta semakin mendekat. Maut terasa begitu dekat. Dia berteriak. Teriakan itu tak terdengar khalayak. Dia melolong. Minta tolong. Tapi tak juga ada orang yang mendengar lolong tolong itu.

Dekat semakin dekat. Berbagai upaya dah dilakukan. Berbagai ikhtiar dah dimaksimalkan. Dalam pasrah tawakkal dia merogoh sebisa nya. Mencari yang dia bawa untuk menemukan apa dia punya. Alhamdulillah ada satu korek pemantik api. Dia Nyalakan api. Belum bisa. Padahal kereta semakin dekat. Maut sudah diambang mata. Dia Nyalakan lagi. Masinis melihat ada titik api di kejauhan. Tetiba mati lagi api itu. Dia Nyalakan lagi sebisanya. Masinis melihat api itu di tengah rel bersama seonggok tubuh lemah yang menggapai sambil memegang nyala api itu. Masinis paham. Dia kurangi kecepatan kereta agar nyawa orang itu terselamatkan.